Hearing komisi A DPRD Ponorogo bersama DPMPTSP soal pertambangan liar |
SINYALINDONESIA, PONOROGO - Maraknya pertambangan bodong alias tak memiliki ijin membuat geram banyak pihak tak terkecuali wakil rakyat. Sebagaimana terlihat Kamis, 21/1 komisi A DPRD Kabupaten Ponorogo memanggil kepala Dinas Penanaman modal pelayanan terpadu satu pintu (DPMPTSP) Kabupaten Ponorogo, H. Sapto Djadmiko.
Pemanggilan kepala dinas perizinan tersebut wajar karena memang saat ini ada banyak pertambangan pasir maupun batu yang diduga tidak memiliki izin operasional tapi masih terus beroperasi jika dibiarkan maka akan menimbulkan ketidakadilan di tengah masyarakat. Dalam rapat dengar pendapat (hearing) itu dipimpin langsung oleh Eka Retno, Ketua komisi A DPRD Ponorogo.
"Sesuai data yang ada di kantor kami, setidaknya ada 20 perusahaan tambang yang pasti memiliki ijin operasional. Karena atas dasar ijin yang dikeluarkan propinsi maka pihaknya baru bisa mengeluarkan ijin lingkungan."Jelas Sapto Djadmiko dihadapan anggota Komisi A DPRD Ponorogo.
Hanya saja lanjut Sapto, pihaknya tidak berani menjamin dari jumlah itu semuanya masih beroperasi atau mungkin batas waktu ijin tambangnya habis kemudian apakah sudah melakukan perpanjangan atau tidak.
Anggota komisi A DPRD Ponorogo ketika hearing bersama DPMPTSP soal tambang liar |
"Semenjak tahun 2014 kita tidak lagi memiliki kewenangan atas pertambangan. Karena semua ijin diambil alih oleh propinsi."jelasnya.
Dengan aturan tersebut, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan lagi untuk mengurus ijin pertambangan, sehingga tidak ada lagi kontrol dari pemerintah daerah.
"Hanya saja, ketika ada pihak mengajukan ijin tambang dan pihak propinsi mau mengeluarkan ijin operasional maka pihaknya mendapat tembusan atau salinan putusan atas ijin tambang yang dikeluarkan propinsi kemudian pihaknya menindaklanjuti untuk ijin lingkungannya."ungkap Sapto.
Namun seiring berjalannya waktu, regulasi soal tambang semenjak tahun 2021 maka semua jenis perizinan pertambangan diambil alih pusat atau dalam hal ini oleh kementerian ESDM sehingga propinsi juga tidak lagi berwenang mengurusi izin.
"Aturan itu mulai berlaku Januari 2021. Hingga saat ini kita juga belum tahu persis seperti apa nantinya."ungkapnya jujur.
Sementara itu, Suharlianto, anggota komisi A DPRD Kabupaten Ponorogo usai mendengar penjelasan dari kepala DPMPTSP Ponorogo, Sapto Djadmiko mengaku memang cukup rumit karena semua regulasi pertambangan ada di pusat. Namun dirinya mempertanyakan peran daerah dengan melihat itu tentunya nggak bisa diam begitu saja dan harus ada tindakan melihat pertambangan liar dan itu menimbulkan kecemburuan di tengah masyarakat. "Mosok tambang nggak berijin dengan leluasa melakukan eksplorasi dan kita semua diam. Hanya karena tak memiliki kewenangan."ucapnya politisi PKS asal dapil 5.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada pemerintah segera melakukan upaya nyata agar pertambangan liar tidak merajalela dan harus diatur.
"Jika perlu di lokasi tambang diberi papan pengumuman. Tambang tak berijin dan atau tambang berijin."pintanya sambil tersenyum.
Lain halnya anggota komisi A lainnya, Wahyudi dari partai PAN agar kedepan pemerintah mulai memikirkan perlunya Ponorogo memiliki perda Pertambangan. Hal itu untuk memperkuat posisi pemerintah dalam melangkah ketika menjumpai hal semacam itu sekaligus untuk melindungi lingkungan dari ancaman kegiatan pertambangan.
Hal serupa diungkapkan Romdhon, dari partai Nasdem meminta kepada kepala dinas menyiapkan data perusahaan tambang di Ponorogo. Mana yang legal maupun mana tambang yang ilegal. "Data itu sangat penting. Agar tidak saling tuduh. Mana tambang resmi dan mana tambang tak resmi."jelasnya.
Begitu juga dengan Eko dari partai Golkar sangat sependapat dengan kawan-kawan semua di komisi A DPRD Ponorogo agar supaya tambang liar bisa ditertibkan. Karena, jika dibiarkan itu akan menciderai keadilan di tengah masyarakat dan juga kasihan pertambangan yang memiliki ijin lengkap sementara tambang tak berijin saja bebas leluasa menambang.(Nang)
COMMENTS