SINYALINDONESIA, KEPRI - Kapolri dalam kunjungannya ke Kepulauan Riau menegaskan kesiapan penerapan travel bubble bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) harus sesuai standard operating procedure (SOP) yang berlaku. Selain itu penegakan kedisiplinan protokol kesehatan (prokes) harus dilakukan secara ketat.
Kapolri juga melakukan pemantauan melalui virtual di Terminal Feri Internasional Nongsapura serta Provinsi Bali. Dia ingin memastikan penerapan travel bubble bagi PPLN sesuai SOP dengan penerapan prokes ketat.
Ini menjadi penting karena kita harus yakin bahwa seluruh SOP kemudian aplikasi yang ada betul-betul bisa mendeteksi. Khususnya terhadap munculnya varian baru yang mau tidak mau ini harus betul-betul kita jaga," kata Sigit dalam tinjauannya, Rabu (9/2/2022).
Kapolri juga menekankan, untuk penerapan travel bubble, seluruh aplikasi yang ada, seperti PeduliLindungi, Bluepass, dan Aplikasi Monitoring Karantina Presisi, harus dipadukan secara optimal,sehingga dapat diyakini bahwa kegiatan wisatawan, khususnya yang dinyatakan terkonfirmasi positif bisa langsung terlacak dengan aplikasi-aplikasi tersebut.
Kemudian langkah yang harus dilakukan untuk kemudian melaksanakan isolasi lanjutan, kemudian tempat isolasinya juga harus dipersiapkan dengan baik, dan kemudian risiko penularan terhadap wisatawan, masyarakat, ataupun para pekerja betul-betul bisa kita kurangi," ujar eks Kabareskrim Polri ini.
Dalam peninjauannya, Sigit mengungkap bahwa secara umum prosedur travel bubble sudah berjalan dengan baik. Meski begitu, ia tetap meminta seluruh pihak terkait terus memastikan semua berjalan sesuai SOP dan prokes.
Tinggal beberapa upaya untuk peningkatan khususnya terkait untuk meyakinkan bahwa prosedur berjalan baik. Kemudian upaya-upaya untuk melakukan sterilisasi disinfektan di tempat-tempat yang memang ada potensi terjadinya kerumunan, potensi terjadi transmisi itu dilaksanakan dengan SOP sangat ketat," ucap Sigit.
Lebih lanjut Sigit menyatakan Polri sendiri telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk melakukan pemantauan secara langsung. Baik itu dari titik kedatangan PPLN, proses karantina, maupun lokasi travel bubble.
"Kita sudah menyiapkan aplikasi yang kemudian akan diatur. Sehingga pada saat seseorang bergeser dari titik yang ditentukan maka akan muncul alert akan ada notifikasi yang hubungkan ke petugas, dan petugas akan melaksanakan pengecekan terhadap temuan seperti itu," tuturnya
Di samping itu juga kita melakukan pemeriksaan manual setiap hari. Sehingga kita yakin bahwa perpaduan antara pemeriksaan manual dan aplikasi, untuk membuat masyarakat yang harus melaksanakan karantina dan pada lokasi travel bubble betul-betul disiplin. Tentu kita akan proses apabila ada yang lakukan pelanggaran atau main-main dengan hal seperti itu," sambungnya.
Sigit berharap upaya penerapan travel bubble dengan tetap memperhatikan faktor kesehatan akan meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian. Khususnya pada sektor pariwisata yang sangat terpukul akibat Pandemi COVID-19.
"Mudah-mudahan dengan travel bubble ini bisa mendorong potensi pariwisata di wilayah Batam dan Bintan serta Bali. Khususnya untuk bisa meningkatkan pariwisata yang selama ini tentunya terdampak karena varian Delta maupun Omicron," ujarnya.
Diketahui, travel bubble adalah ketika dua negara atau lebih yang berhasil mengontrol virus COVID-19 sepakat menciptakan sebuah gelembung atau koridor perjalanan. ini akan memudahkan warga antarnegara melakukan perjalanan.
Travel bubble antara Bintan dan Batam dengan Singapura sendiri dibuka mulai 24 Januari. Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyebut alasan dibukanya kedatangan wisatawan asal Singapura ke Kawasan Batam dan Bintan semata-mata untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional melalui sektor pariwisata.
"Pembukaan sektor pariwisata yang dilakukan dibarengi dengan protokol kesehatan yang diatur sedemikian rupa, melalui sistem travel bubble yang bertujuan untuk membagi peserta ke dalam kelompok (bubble) yang berbeda," ujar Wiku dalam siaran pers, Selasa (25/1) lalu.
Mekanisme ini, kata Wiku, nantinya memisahkan peserta yang memiliki risiko terpapar COVID-19 dengan masyarakat umum, disertai dengan pembatasan interaksi hanya kepada orang di dalam satu kelompok (bubble) yang sama dan penerapan prinsip karantina untuk meminimalisir risiko penyebaran COVID-19.
Sebelum membuka pariwisata dengan sistem travel bubble, pemerintah Indonesia, kata Wiku, menjamin bahwa penyelenggara wisata siap secara infrastruktur dan sistem termasuk mekanisme protokol kesehatan bagi pelaku perjalanan maupun karyawan yang bertugas di tempat.(Nang/humas).
Posting Komentar