
Suasana haru pernikahan TKI jepang yang menikah di RSU AISYAH Ponorogo
PONOROGO, SINYALINDONESIA - Tak ada pelaminan. Tak ada gaun pengantin megah. Hanya ranjang rumah sakit dan suara alat medis yang pelan-pelan mengiringi detik-detik ijab qabul. Di sinilah Desy Umi Lutviana (23) dan Rizki Wijaya Putra memulai hidup baru mereka sebagai suami istri—di Ruang VIP 1, Mashitah, Rumah Sakit Umum (RSU) Aisyiyah Ponorogo, Senin (2/6/2025).
Desy, warga Nambangrejo, Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, harus menerima kenyataan bahwa hari pernikahannya bertepatan dengan masa perawatan karena sesak napas.
Sejak 30 Mei lalu, ia dirawat intensif, sempat dilarikan ke ICU, sebelum akhirnya dipindahkan ke ruang rawat biasa. Di tengah kondisi yang belum sepenuhnya pulih, Desy tetap melangkah dengan keyakinan yang bulat.
“Saya tetap bersyukur dan bahagia, meskipun menikah dalam kondisi sakit,” ucapnya dengan suara lemah namun penuh ketegaran.
Di sisi ranjang, Rizki Wijaya Putra, pria asal Grobogan, Jawa Tengah, berdiri dengan mata berkaca. Ia yang juga seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Jepang, rela mengambil cuti selama satu setengah bulan demi menepati janji yang telah lama ia pegang erat: menikahi Desy.
“Kondisi Desy tidak memungkinkan untuk keluar rumah sakit. Tapi bagi saya, yang penting adalah niat dan janji. Di mana pun tempatnya, yang penting sah dan diridhoi,” kata Rizki usai mengucap ijab qabul di depan penghulu dan keluarga inti.
Dalam prosesi itu, Rizki menyerahkan mahar berupa emas seberat 8 gram dan uang tunai 20.824 yen Jepang, mata uang tempat mereka bekerja. Tak banyak tamu, tak ada iringan musik. Tapi suasana haru tak bisa disembunyikan dari wajah semua yang hadir.
Cinta Desy dan Rizki bersemi sejak pertemuan singkat di bandara pada September tahun lalu. Komunikasi jarak jauh yang mereka jaga dari Jepang dan Indonesia, tumbuh menjadi keseriusan. Bahkan, keluarga Rizki datang jauh-jauh dari Jawa Tengah ke Ponorogo untuk meresmikan hubungan mereka.
RSU Aisyiyah pun memberikan dukungan maksimal. Tim medis tetap memantau kondisi Desy sepanjang acara pernikahan, memastikan tak ada gangguan medis.
“Kondisi mempelai perempuan saat itu sudah lebih stabil. Ini merupakan pernikahan kedua yang berlangsung di RSU Aisyiyah,” terang Humas rumah sakit, Muh. Arbain.
Petugas dari Kantor Urusan Agama juga turut hadir dan memimpin jalannya prosesi. Ruangan yang biasanya dipenuhi aroma obat dan suara monitor detak jantung, sore itu berubah menjadi saksi sahnya janji suci dua insan.
“Ini bukan hanya soal keberanian mengambil keputusan, tapi tentang bagaimana cinta mampu menaklukkan waktu, jarak, bahkan ujian fisik,” ujar seorang perawat yang ikut menyaksikan prosesi.
Di tengah keterbatasan fisik dan ruang, pasangan TKI ini mengajarkan bahwa cinta sejati bukan soal pesta besar, melainkan soal komitmen dan keteguhan hati.
Akad di atas ranjang perawatan ini bukan hanya sah secara agama dan negara, tapi juga menjadi simbol bahwa cinta bisa menang, meski di tengah sakit.
Penulis : Nanang
Posting Komentar