
Plt. Kepala Rutan Ponorogo ketika menghadiri kunjungan gubernur Jatim di Ponorogo bersama Bupati Sugiri
PONOROGO, SINYALINDONESIA — Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Ponorogo mulai membuka diri, tak hanya sebagai institusi pemasyarakatan yang tertutup. Langkah ini terlihat jelas dari kehadiran Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Rutan, Jumadi, dalam seluruh rangkaian kunjungan kerja Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, di Ponorogo, Rabu (14/5).
Agenda kunjungan diawali dengan peresmian Rumah Sakit Umum (RSU) Muslimat Ponorogo, dilanjutkan penyerahan bantuan sosial di Pendopo Kabupaten, dan diakhiri dengan peninjauan progres pembangunan Monumen dan Museum Reog di Desa Sampung.
Semua kegiatan ini dihadiri langsung oleh Jumadi, mewakili jajaran pemasyarakatan Ponorogo.
Membangun Sinergi Lintas Sektor
Jumadi menegaskan bahwa kehadiran Rutan Ponorogo dalam kegiatan tersebut bukan sekadar seremoni. Menurutnya, ini adalah bagian dari komitmen untuk membangun harmoni antar lembaga, serta menciptakan ruang kolaborasi antara institusi pemasyarakatan dan pemerintah daerah.
“Kami ingin hadir bukan hanya sebagai penjaga narapidana, tapi sebagai mitra pembangunan. Rutan harus aktif dalam isu sosial dan kemasyarakatan,” ujar Jumadi.
Ia menilai, kegiatan lintas sektoral seperti ini penting untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga pemasyarakatan, sekaligus membuka peluang kerja sama dalam pembinaan warga binaan.
Tak tertutup kemungkinan, Rutan bisa menjadi bagian dari gerakan sosial yang lebih besar di Ponorogo, terutama dalam bidang pemberdayaan.
Pemasyarakatan Bukan Sekadar Pengurungan
Kehadiran Jumadi dalam peresmian rumah sakit dan kunjungan ke situs budaya menandai wajah baru pemasyarakatan: humanis, terbuka, dan partisipatif. Di tengah geliat pembangunan di Ponorogo, Rutan pun ingin menjadi bagian dari denyut nadi kemajuan itu.
“Kami siap mendukung penuh program-program strategis pemerintah daerah, terutama yang menyentuh masyarakat langsung,” tegasnya.
Rutan Ponorogo menatap masa depan dengan lebih inklusif. Dalam diam, tembok tinggi dan jeruji besi menyimpan potensi yang bisa dibawa keluar—menuju masyarakat yang lebih berdaya dan inklusif. Keterlibatan aktif ini menjadi cerminan bahwa reformasi birokrasi tak hanya soal kebijakan, tetapi juga keberanian membuka ruang dialog dan kerja sama.
Penulis : Nanang
Posting Komentar