Bertani di Balik Jeruji: Rutan Ponorogo Kembangkan Pertanian Polybag Dukung Ketahanan Pangan

Kegiatan WBP masukkan tanah dalam polibag untuk ditanami Aneka sayuran 

PONOROGO, SINYALPONOROGO
— Di balik pagar tinggi dan jeruji besi Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Ponorogo, geliat pertanian justru tumbuh subur. Bukan sekadar aktivitas pengisi waktu, namun bagian dari skenario besar pembinaan karakter dan ketahanan pangan nasional.

Pagi itu, halaman Rutan Ponorogo disulap menjadi ladang kecil. Belasan warga binaan tampak sibuk menakar campuran tanah, kompos, dan sekam, lalu menuangkannya ke dalam polybag. 

Di antara mereka, semangat bercampur harapan terlihat jelas. Mereka bukan sedang menjalani hukuman, melainkan proses pemulihan—dengan cara yang sangat membumi: bercocok tanam.

Program pertanian ini bukan hal baru. Tapi di Rutan Ponorogo, ia tumbuh menjadi model yang menjanjikan. Di bawah bimbingan Petugas Pembina Pertanian, Joko Wiyono, para warga binaan tidak hanya belajar menanam sawi, terong, atau cabai, tetapi juga memahami filosofi sederhana: bahwa dari keterbatasan, lahir kemandirian.

“Dengan polybag, siapa pun bisa bertani. Lahan bukan alasan,” ujar Joko. Ia meyakini metode ini menjadi solusi ideal di kawasan urban dan tertutup seperti rutan. "Kami tanam semangat mandiri, bukan hanya sayur," tambahnya.

Plt. Kepala Rutan Ponorogo, Jumadi, menyebut program ini sebagai wajah baru pemasyarakatan: tak sekadar menahan, tapi membina. “Pembinaan bukan jargon. Di sini, warga binaan kami ajak menanam, merawat, hingga memanen. Dari situ, lahir tanggung jawab, kerja sama, dan keterampilan hidup,” tuturnya.

Kebijakan ini juga sejalan dengan arahan dari Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, yang mendorong seluruh satuan kerja untuk ambil bagian dalam penguatan ketahanan pangan. 

Program seperti ini bukan hanya berkontribusi pada dapur rutan, tetapi juga membuka jalan bagi para eks-warga binaan untuk berdaya saat bebas nanti.

Lebih jauh, kegiatan ini menunjukkan bahwa di balik batasan fisik, potensi manusia tetap bisa tumbuh. Seorang warga binaan yang ikut dalam program ini mengatakan, “Dulu saya tidak pernah berpikir bisa nanam. Sekarang saya tahu rasanya menunggu panen, dan itu bikin bangga.”

Hasil panen yang kelak dipetik bukan hanya berupa sayuran segar, tetapi juga mentalitas baru: mandiri, terampil, dan siap kembali ke masyarakat. Rutan Ponorogo kini bukan hanya tempat menjalani hukuman, tetapi juga rumah pembelajaran kehidupan.

Jika program ini berhasil direplikasi, bukan mustahil sistem pemasyarakatan di Indonesia akan menemukan kembali jati dirinya—sebagai tempat perbaikan, bukan pembalasan.

Penulis : Nanang

0/Post a Comment/Comments

Sinyal Indonesia

Dilihat :